MARI KITA MENGHITUNG


 

Kuhitung kesedihan di tahun 2020

Banjir di awal tahun.  45 tahun hidup di dunia, belum pernah tertimpa musibah bencana alam.  Di tahun 2020, Allah berkehendak aku merasakan musibah banjir.  Habis semuanya.  Perabotan, alat elektronik, pakaian, habis semua tidak terpakai. Sebagian hancur, sebagian rusak, sebagian hanyut.  Akhirnya aku merasakan tidur di atas lantai, beralas tikar sumbangan dari sahabat.  Baru terasa nikmatnya kasur empuk dan selimut hangat

Di sepertiga tahun, di bulan ketiga tahun 2020.  Corona datang menyerang dunia.  Semua kegiatan dilakukan di rumah.  Banyak kegiatan yang terhambat.  Banyak perubahan yang harus dilakukan.  Banyak kecemasan dan kekhawatiran yang mengiringi setiap saat.  Beberapa kesedihan datang, kehilangan teman, saudara dan sahabat, karena Covid-19.

Di pertengahan Tahun 2020, ujian kesedihan itu datang lagi.  Suamiku terserang stroke kedua.  Lumpuh tubuh sebelah kiri.  Semua aktivitas fisik tidak bisa dilakukan sendiri. Semua harus dibantu sekitar.  Dari mulai berdiri, duduk, mandi, makan dan minum.  Aku sedih. Iba terhadap suamiku yang tidak bisa kemana-mana lagi.  Sangat terbatas aktivitasnya.  Tidak bisa mengantar aku dan anakku ke sekolah, seperti yang biasa suamiku lakukan. Hanya di rumah saja. Dari kamar tidur, ke ruang keluarga nonton televisi, ke kamar mandi, itu saja bolak baliknya di rumah.  Kesedihanku untuk suamiku.

Kuhitung kebahagiaan di tahun 2020

Saat musibah banjir itu datang di tahun 2020.  Alhamdulillah, aku dan keluarga sedang bersama di luar rumah. Kami semua selamat, masih bisa berkumpul bersama.  Betapa banyak saudara dan sahabat yang datang ke rumah, menyampaikan simpati, membantu moril dan materil.  Tikar, bed cover, selimut, mukena, baju, kerudung, pemberian mereka masih kusimpan dan kupakai sampai saat ini. Saat melihat barang-barang pemberian tersebut, aku bersyukur, aku masih memiliki saudara dan sahabat yang menyayangiku. Mendampingi di saat sulitku.  Lebih bersyukur lagi, surat surat pentingku, persyaratan karir aku dan anakku aman, tidak rusak dan hilang terkena banjir, Alhamdulillah.

Akhirnya Surat Keputusan (SK) 100 persen sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara), sebagai guru Sekolah Dasar keluar.  SK yang banyak diimpikan dan diperebutkan oleh ribuan orang.  SK yang harus didapatkan melalui persaingan ketat. Akhirnya aku bisa berkarir mengabdi menjadi guru, profesi yang memang aku cintai. Alhamdulillah.

Sakit suamiku, ternyata membawa hikmah luar biasa.  Aku diberi kesempatan oleh Allah untuk merawat suamiku.  Sejak pagi hari sampai malam hari.  Mulai suamiku bangun tidur, menyiapkan makanan, memandikan, memakaikan baju, bahkan mencukur rambutnya.  Kewajiban yang terkadang sering terlupakan karena kesibukanku, dan suamikupun sebelum sakit melakukannya sendiri.  Sakit suamiku pun menyatukan kami sebagai keluarga.  Aku dan kedua anakku bekerja sama merawat suamiku.  Kami saling menguatkan, memberi motivasi untuk kesembuhan suamiku.

Bila dihitung selintas, berapa kebahagiaan dan kesedihan yang aku alami di tahun 2020? Bila selintas, mungkin sama jumlahnya,  atau aku merasa kesedihanku lebih banyak daripada kebahagiaan.  Tapi aku tidak menghitungnya selintas.  Aku menghitungnya detail. Aku menghitungnya tidak pertahun.  Aku menghitungnya per detik.  Dan saat aku menghitungnya, aku sibuk menghitung kebahagiaan, tidak menemukan kesedihan.

Perdetik, saat membuka mata, kebahagiaan sudah hadir.  Terima kasih ya Allah masih kau beri nafas kehidupan hari ini.  Masih bisa beribadah, berbuat baik dan beramal soleh.  Masih diberi kesempatan bertobat, minta ampun atas segala dosa dosa yang tidak terhingga banyaknya, sebanyak buih di lautan.

Hari ini, masih bisa merawat suami.  Kesempatan mencari ridho suami.  Masih menyiapkan makanan untuk keluarga.  Alhamdulillah punya makanan untuk dimasak.  Masih bisa mengurus keluarga. Masih bisa bekerja, mengajar murid-murid. Beribadah dengan bekerja.

Lelah, sedih, tidak dirasakan, tidak dihitung.  Karena tujuan hidupku saat ini hanya untuk Allah.  Semua yang kulakukan hanya untuk Allah.  Kesedihan tidak terasa, tidak terhitung.  Hanya rasa syukur, Alhamdulillah.  Menghitung semua nikmat dan kebahagiaan yang Allah berikan. Yang tidak bisa kita hitung.  Yang tidak bisa kita dustakan lagi.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

فَبِاَ يِّ اٰلَآ ءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ

fa bi`ayyi aalaaa`i robbikumaa tukazzibaan

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

(QS. Ar-Rahman 55: Ayat 13)

#30DWC#Jilid27#SQUAD8#DAY21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKU TAKUT

DEADLINE

HANYA TITIPAN