HANYA TITIPAN

 CHAPTER 4

SAUDARA

Aku anak ketiga dari lima bersaudara, yang semuanya perempuan.  Kami semua dilahirkan di sebuah desa kecil, di Bengkulu.  Usia kami berdekatan.  Jaraknya hanya dua atau tiga tahun. 

Kami tinggal di desa, melalui masa kecil kami dengan kepahitan.  Walau pahit, aku masih menyimpan kenangan itu dengan baik.  Kepahitan itu terjadi karena bapak kami.  Bapak kami sering meninggalkan ibu, karena tertarik dengan perempuan lain.  Seringkali saat ibu hamil.

Pernah, saat ibu kami hamil adik keempat, bapak pergi,  Ibu yang sedang hamil, menitipkan kami ke rumah bibi, adik dari bapak.  Di rumah itu, kepahitan terasa sekali.  Bibi mungkin benci pada kami.  Karena perbuatan kakaknya, bapak kami, bibi harus ikut merawat kami.

Di rumah bibi, makan kami terbatas, karena kondidi ekonomi bibi yang juga terbatas.  Kami bertiga, aku dan dua kakakku, sering masih merasa lapar, karena makan kami dijatah sedikit.  Kondidi lapar itu sering membuat kami mencuri makanan.  Bahkan, gula aren yang mau dijual bibi, sudah dimasukkan ke karung, pernah kami curi.  Hanya sedikit yang kami ambil untuk kami makan. 

Ternyata bibi kemudian tahu perbuatan kami.  Karena banyak semut di sekitar tempat tidur kami.  Dan remahan gula itu terlihat sekali.  Bibi marah, dan memukul kami.  Kami hanya diam dan menangis tanpa suara.  Kami tidak berani melawan atau kabur ke rumah ibu.  Ibu sendiri pun sedang susah, sedang hamil tua, tidak punya penghasilan.

Itu sekelumit kenangan pahit dengan saudara.  Kenangan manisnya pun ada.  Kami sering berjalan-jalan bersama ke hutan kecil di belakang rumah.  Mencari dedaunan yang bisa kami makan nanti di rumah.  Kenangan itu manis dan membuatku sampai saat ini masih senang makan daun mentah. 

Kepahitan hidup di masa kecil dengan saudara, membuat aku begitu terikat dengan saudaraku.  Aku begitu menyayangi mereka.  Sampai aku merantau ke Jakarta.  Sampai aku bisa merasakan sedikit kelebihan harta.  Saat ini, aku ajak dua kakak dan satu adik untuk tinggal di rumahku di lantai atas.  Mereka belum punya rumah, dan anak mereka pun belum bisa diikuti, karena keterbatasan ekonomi.  Serimg kali aku masak banyak, dan aku kirim ke lantai atas, agar mereka bisa ikut makan.

Saat ini, aku hanya bisa mengucap Alhamdulillah.  Masih bisa bermanfaat untuk orang lain.  Masih sayang pada adik kakakku.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKU TAKUT

DEADLINE

HANYA TITIPAN