BILA SUDAH TIADA
Menulis tentang besarnya jasa orang tua dalam hidup kita sudah biasa. Semua orang sudah mengetahui betapa besar jasa orang tua, tidak terhingga, tidak terbalas. Bahkan dalam agama dikatakan, emas segunung pun tidak akan sanggup mengganti semua pengorbanan orang tua, pengorbanan darah, airmata dan keringat untuk kita, anaknya.
Tulisan ku kali ini akan mengulas tentang bagaimana bila
mereka, orang tua kita sudah tiada. Kita sudah tidak bisa bertemu mereka kembali
di dunia ini. Mereka sudah meninggal
dunia, dipanggil oleh Allah swt. Puluhan tahun kehidupan kita bersama mereka,
tiba tiba mereka tidak ada lagi, menghilang dari kehidupan kita. Pastilah
berbeda, dan yang pasti perbedaan penuh kesedihan.
Perbedaan kecil, hal sederhana tapi penuh makna, tidak akan
terjadi lagi. Setiap kali dekat ibu, yang sering ditanyakannya adalah “kamu mau
makan apa? Nanti ibu masakin”, Dulu, pertanyaan itu biasa didengar, bahkan sering
aku langsung memutar otak, memilih makanan kesukaanku yang membuat ibu harus kembali
ke pasar, membeli bahan untuk masakan yang aku inginkan. Bahkan, sewaktu aku
masih kuliah di luar kota, Ketika jadwal liburanku tiba, ibu sudah menanyakan
seminggu sebelumnya, makanan apa yang mau aku makan dalam seminggu, agar beliau
bisa menyiapkan. Sekarang, dengan kehidupan mandiri yang sudah aku peroleh, aku
bisa membeli makanan kesukaanku. Namun aku rindu masakan ibuku, rindu ditanya apa
yang mau aku makan. Rindu perhatian, kasih sayang dan cinta yang diberikan ibu melalui
makanan tersebut. Aku rindu ibu.
Untuk hal besar, penting untuk masa depan, bapak ku
berperan. Aku disiapkan bapak untuk meneruskan usahanya. Beliau membimbingku
dari hal kecil, sampai besar. “Kamu ada uang kan? Beli pakaian yang cocok
sebagai pimpinan. Lihat teman-teman yang lain, cari yang nyaman untuk kamu,
tapi pantas dipakai seorang pemimpin”. Itu yang dikatakan bapak, saat beliau
menilai pakaianku kurang layak. “Kamu harus duduk dengan punggung tegak, duduk
hanya setengah kursi, jangan senderan. Bawa buku kecil dan pulpen. Catat yang
stake holder sampaikan.” Sampai gesture menemui tamu penting pun, bapakku
mengarahkan. Untuk hal besar yang tidak bisa kutangani, beliau akan maju paling
depan, membelaku, membantuku, tidak menyalahkanku, memuji semua keputusan
bagusku. Semua yang beliau ajarkan, pesankan, arahkan, sudah kuterapkan. Bahkan
saat ini, saat masalah besar datang, pesan bapak terdengar jelas di telinga. Seperti
rekaman kaset yang diputar berulang-ulang. Aku masih terbantu, walau beliau
sudah tak ada.
Perbedaan terbesar dan sangat menyedihkan, saat hari Raya
Idul Fitri. Sejak saat malam takbiran,
takbir bergema. Saat itu teringat orang tua yang sudah tiada. Menyedihkan saat
idul fitri, setelah shalat ied, hanya ke makam orang tua. Iri melihat orang
lain yang orang tuanya masih lengkap, sibuk bergegas hendak pergi ke rumah
orang tua. Mau meminta maaf, sungkem, cium tangan, makan beraneka hidangan
lebaran. Setelah dari makam orang tua, bingung mau kemana, ke rumah saudara,
pastilah mereka sibuk di hari pertama dengan orang tua dan keluarga intinya.
Aku bisa menuliskan ini, karena orang tua sudah tiada lebih
dari sepuluh tahun yang lalu. Sampai saat ini semua yang kutuliskan masih
kurasa. Yang membaca tulisan ini, bila orang tua masih ada, segeralah temui
mereka. Peluk mereka erat, cium tangannya, cium pipinya. Tunjukkan ekspresi
suka dan nikmat luar biasa memakan masakan mereka. Dengan penuh ketulusan dan
ekspresi bahagia, dengarkan cerita
mereka, pengalaman mereka, nasehat mereka, walau sudah berulang kali mereka
menceritakannya. Tertawa lah paling keras, senyumlah paling lebar, saat mereka
bercerita lucu, walau mungkin tidak lucu. Saat mereka masih ada, hal hal
seperti itu biasa. Bila mereka sudah tiada, hal-hal seperti itu luar biasa
dirindukan …..
#30DWC#Jilid28#day29
Komentar
Posting Komentar