HANYA TITIPAN Chapter 2

CHAPTER 2

SUAMI

Tuuutttt…tuuuttttt…tuuuttt… tidak ada jawaban.  Sudah tiga kali aku menelfon. Tidak ada jawaban.  Aku berfikir positif dan berprasangka baik, mungkin suamiku masih di masjid, shalat Ashar berjamaah.  Setan menggoda dengan fikiran negatif dan prasangka buruk.  Mungkin suamiku tidak boleh menjemput dan mengantarkanku pulang.  Istri keduanya, madu ku, seperti yang disebut orang, mungkin maduku melarang.

Astaghfirullah … aku menghela nafas panjang.  Membuang penuh sesak dadaku oleh kepedihan.  Aku telfon adikku, meminta jemput.  Aku mengirim pesan lewat handphone ke suamiku.  Pak, ibu pulang dulu, dijemput Yani.  Pesan terkirim

Aku melangkah pelan ke gerbang sekolah.  Hampir jam empat sore.  Sekolah sudah sepi, tidak ada lagi murid. Tinggal beberapa guru dan tenaga kebersihan masih di sekolah.  Mulai pukul 06.00 pagi sampai pukul 04.00 sore, rutinitasku bekerja di sekolah.  Aku seorang guru.  Mengajar di Sekolah Dasar.  Di tempat bekerja ini, aku bisa meninggalkan kepedihan dari masalah-masalah pribadiku.  Dari tempat bekerja inilah, aku bisa mencari nafkah, untuk mencukupi kebutuhan hidupku.

Kursi kecil di pos satpam menjadi tempat menunggu adikku.  Ibu Desi lewat, melambaikan tangan, dijemput suaminya. Tersenyum getir melihat kebersamaan Ibu Desi dan suaminya.  Terkadang aku merasa sedih, mengapa suamiku menikah lagi, sehingga aku harus membagi suamiku dengan wanita lain. Mungkin tidak berbagi.  Karena suamiku setiap hari di rumah maduku, tidak pernah bermalam di rumahku.  Suamiku hanya antar jemput pergi bekerja di sekolah.

Mengapa suamiku menikah lagi, mudah sekali dijawab. Aku saja yang bodoh dan tidak tahu diri.  Aku wanita mandul, aku tidak bisa hamil. Tidak bisa memberikan keturunan pada suamiku.  Sedangkan suamiku dan keluarganya menginginkan kehadiran anak.  Aku sudah berusaha, medis dan non medis, untuk bisa mendapatkan anak.  Bahkan, aku mengadopsi anak, sejak anak itu masih bayi.  Anak itu Rangga, ayahnya Ria.

Semua kulakukan untuk keutuhan dan kebahagiaan rumah tanggaku.  Tapi Allah memberi takdir yang lain.  Suamiku dan keluarganya tetap menginginkan anak kandung.  Akhirnya suamiku dijodohkan keluarganya, menikah lagi dengan wanita lain. Aku diam, dan mencoba mengikhlaskan.  Walau berat untuk ikhlas.  Apalagi pernikahan itu melahirkan tiga anak laki laki.  Bertambah berat usahaku untuk ikhlas.

Tiga puluh tahun sudah kujalani kehidupan berumah tangga seperti ini.  Suamiku beristri dua, aku istri pertama, aku dimadu.  Ya Allah, beri keikhlasan, kesabaran, kekuatan selalu untuk menerima takdirmu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

JEJAK DIGITAL