DIA

 

DIA

Pintu itu terbuka pelan. Sesosok tubuh atletis masuk.  Degh … Aku terkaget. Jantungku berdetak lebih cepat.  Banyaknya orang di ruangan ini, riuhnya suasana saat ini menolongku.  Bahkan temanku, yang duduk di sebelahku pun mungkin tidak akan melihat pucat pasinya wajahku. Mulutku sedikit menganga karena terpana melihat sosok itu.

Sosok itu sangat kukenal. Sangat kuingat.  Sangat kurindukan. Dua belas purnama tidak bertemu dengannya. Hatiku penuh dengan rasa yang menyesakkan. Aku merasa mataku mulai berkaca-kaca. Rasa rindu dan sedih ini begitu kuat.

Dia berjaket biru dongker, motif blueberry.  Sudah sekian lama, jaket itu masih dipakainya.  Masih teringat jelas olehku, kapan, dimana dengan siapa jaket itu dibeli.  Dua tahun yang lalu, kami, aku dan dia,  membelinya, di luar Jakarta. Saat itu, dia hanya ingin membeli celana pendek.  Dia pemilih dalam membeli barang.  Saat itu sudah beberapa toko di mall itu kami masuki, tidak ada yang membuat dia tertarik.  Di salah satu toko, ada jaket blue berry itu.  Dia terpana dan mencobanya. Aku menahannya untuk tidak membeli, pertimbangan hanya keinginan dan harganya yang lumayan.  Dia ikut saranku, tidak membelinya.  Tapi mata sendunya, malah membuatku iba. Akhirnya malah aku yang memaksanya membelinya.  Karena senangnya, dia langsung pakai jaket itu. 

Saat itu, malam terindah.  Kami berjalan kaki dari mall ke hotel.  Suasana tidak terlalu ramai di jalan itu, karena sudah dini hari.  Kami berjalan bergandengan.  Saling bertatapan, tidak banyak bicara.  Tatapan mata penuh cinta dan bahagia.  Aku merasa dia pria paling tampan, dengan jaket blueberrynya saaat itu.  Aku merasa dia pria paling bahagia saat itu, dari senyum dan tawanya.  Saat itu, malam terindah, malam termanis.  Masih tersimpan rapi di memori hatiku.  Dan untuk memori itu, saat ini aku menahan air mata.

Tubuhnya terlihat agak kurus saat ini.  Dia pasti belum sarapan.  Dia tidak akan pernah sempat sarapan, karena tidak ada yang menyiapkan. Dia sering terlambat makan, bahkan sering lupa makan.  Dia manja. Inginnya ada yang menyiapkan makan untuknya.  Saat itu, dulu aku yang pagi siang malam mengingatkannya untuk makan.  Entah lewat chat, entah lewat telfon langsung.  Bahkan saat disampingnya, dan tidak ada orang lain, hanya kami berdua, aku akan menyuapinya.  Saat itu, kami merasa sangat bahagia.  Saat ini, memori bahagia makin mendesak air mata ku untuk keluar, aku menahannya.

Seseorang berteriak memanggil namanya, mungkin temannya.  Dia tersenyum, berjalan mendekati temannya.  Aku sangat mengenal senyumnya. Dia ramah, banyak teman.  Tapi aku tahu, hatinya hampa, kosong, sepi dan sedih.  Lihat saja tatapan matanya. Yang peka, akan melihat kesenduan matanya. Aku tahu persis. Dulu, saat kami sangat dekat.  Tidak ada rahasia di antara kami.  Mulai dari membuka mata di pagi hari, sampai menutup mata untuk tidur di malam hari, tidak pernah terputus kedekatan kami. 

Kami sama sama merasakan kesepian, merasa tidak disayang sekitar, sama sama merasakan bahagianya diperhatikan, dilayani dan disayang.  Itu yang membuat kami dekat. Saling cinta dan sayang.  Kami tidak bisa tidak dekat sehari saja.  Walau fisik berjauhan, hati kami sangat dekat.  Komunikasi lewat handphone tidak pernah terputus.  Kemanapun dia pergi, kapanpun itu, apapun yang dia inginkan, dia lakukan dia rasakan tidak ada yang aku tidak ketahui.  Beberapa kali, dia menangis di sampingku, mengeluarkan rasa pedih hatinya. Aku hanya diam, memeluknya, menguatkannya.  Kami pernah juga menangis bersama, saat harus berpisah dua minggu, sebegitu dekatnya kebersamaan kami. Itu dulu, saat itu. Memori itu selalu membuatku tercekat, airmata hampir menjebol pertahananku, hampir memaksa keluar.

Aku menunduk, menarik nafas panjang, menghembuskannya perlahan keluar.  Berharap rasa sesak di dada akan ikut keluar. Aku kembali menengadahkan kepalaku, saat hati sudah mulai tenang. Degh, sosok itu ternyata sedang menatapku tajam dengan kesenduannya. Terlihat dia pun terpana. 

Aku menundukkan pandangan.  Maafkan aku.  Aku ingin taat pada Tuhanku, Allah.  Aku mencintainya, tetapi aku lebih mencintai Allah.  Aku sudah berjanji pada Allah, aku tidak akan melakukan dosa itu lagi.  Maafkan aku, tidak membalas chat, aku tidak mau bertemu.

Aku ingin pulang ke rumah.  Suamiku menunggu di rumah.  Dia pun harus pulang ke rumahnya.  Istrinya menunggu di rumah.  Aku ingin segera mohon ampun pada Allah.  Menyerahkan dirinya pada Allah.  Mengembalikan semua kenangan manis kepada Allah.  Agar Allah membalikkan hati untuk mudah melupakannya. Memohon doa agar dia selalu sehat, selalu bahagia dan tidak kesepian lagi, karena ada Allah yang menemaninya.  Memohon doa untukku, agar istighfarku, menguatkanku untuk selalu istiqomah di jalanMu ya Allah …..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JEJAK DIGITAL